Belajar dari KeArifan Seorang Guru yang Bijaksana


Dahulu kala pernah hidup seorang Guru yang sangat dihormati karena ketegasannya, kejujurannya serta ke-Arifan dalam membina murid-muridnya. Suatu hari terjadi pertengkaran antara dua orang murid, pertengkaran mereka cukup sengit bahkan nyaris saja terjadi adu fisik, meski sebenarnya yang mereka pertengkarkan adalah hal yang cukup sepele yaitu berdebat tentang jumlah dari hitungan 3 x 7. Murid yang Pertama yang cukup pandai mengatakan bahwa hasilnya adalah 21, sedangkan Murid yang Kedua yang tidak terlalu pandai bersikukuh mengatakan bahwa hasilnya adalah 29. Mereka terus saja beradu argumen karena merasa mereka masing-masinglah yang benar.

Akhirnya Murid Pertama menantang murid Kedua untuk menemui Guru mereka dan sekaligus memintanya sebagai juri untuk mengetahui jawaban siapakah yang paling benar diantara mereka berdua. Dengan penuh keyakinan Murid Kedua menyetujuinya sambil berkata "jika saya yang benar 3 x 7 adalah 29 maka sebagai hukumannya kamu harus bersedia dicambuk sebanyak 10 kali oleh Guru, tetapi jika kamu yang benar bahwa 3 x 7 adalah 21 maka saya bersedia untuk memenggal kepala saya sendiri., hahaha ..." tantang Murid Kedua kepada Murit Pertama dengan sangat yakin.

Setelah mencari Guru kian kemari akhirnya mereka menemukan sang guru sedang asik menatap pegunungan hijau yang berada di samping Padepokan itu, tanpa basa-basi Murid Kedua langsung menyampaikan apa yang tengah terjadi diantara mereka dengan penuh semangat, ia juga menyampaikan kesepakatan antara mereka berdua tentang hukuman yang akan diterima bagi siapa saja yang hitungannya salah.

"Katakan Guru mana yang benar?" pinta murid Kedua sambil tidak sabar.

Guru tampak termenung sejenak sambil menatap keduanya, lalu Ia mengambil sebilah golok dan sebuah cambuk dikedua belah tangannya. Ia lalu berjalan mendekati kedua muridnya tersebut, "Berbaliklah kalian menghadap kepegunungan di depan sana" perintahnya. Ternyata Guru langsung memvonis dengan meberi cambukan sebanyak 10 kali kepada Murid yang Pertama (yaitu yang menjawab 21). Iapun kaget dan sambil menahan perih akibat cambukan itu si Murid Pertama protes kepada Guru, "Guru mengapa aku yang engkau cambuk, bukankah Guru sendiri pernah mengajarkan kepadaku  cara menghitung dan hasil hitunganku sesuai dengan apa yang pernah Guru ajarkan...?". 

Dengan tenang Sang Gurupun menjawab, "Hukuman ini Bukan untuk hasil hitunganmu, tapi untuk Ketidak Arifan-mu yang membuang waktu berdebat dengan orang yang tidak tahu hitungan 3 x 7 adalah 21". Guru melanjutkan "lebih baik aku melihatmu dicambuk sebanyak 10 kali dan itu dapat menjadikanmu lebih Arif, daripada aku harus melihat satu nyawa terbuang sia-sia hanya karena bodohnya ia berdebat hal yang sebetulnya tidak ia mengerti dan ketahui".

Apa yang dapat kita jadikan pelajaran dari cerita ini? 

Sering dalam keseharian kita memperdebatkan suatu hal yang tak berguna, baik kepada keluarga, saudara, teman, atau kekasih. Kawan, Jika selama ini kita sering disibukan dengan memperdebatkan sesuatu hal yang tak berguna, berarti kita sama salahnya seperti Murid Pertama dalam kisah di atas. Sebab dengan sadar kita membuang waktu dan energi untuk hal yang sejatinya tidak perlu. Ada saatnya kita harus mengalah untuk menghindari pertengkaran walaupun kita benar, karena dalam diam  untuk mengalah bukanlah berarti kita telah kalah, tetapi merupakan bentuk dari sebuah kemenangan yang sejati. Janganlah sesekali melakukan hal yang jelas sia-sia seperti berdebat dengan orang yang tidak menguasai permasalahan. 

Ingatlah merupakan suatu kearifan bagi orang yang bisa mengontrol emosinya atas suatu kebodohan yang nyata.
http://3.bp.blogspot.com/-FKB-bxL3OqE/UIhFrTOWvJI/AAAAAAAAAMs/hAm141vpVbw/s640/Petua+Isteri+Tewaskan+Suami+Di+Bilik+Tidur.jpg
video ml di hotel
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...